Jumat, 07 Januari 2011

Menulis....??Nggak Mau ahhhh!!




Ini adalah tulisan keberapa ya????. Ketika ada sebuah tugas dari departemen dalam organisasi yang saya ikuti mewajibkan seluruh anggotanya untuk menulis maka saya merasa bingung apa yang akan saya tulis. Tiba-tiba muncul sebuah ide untuk menulis opini tentang apa yang saya dan teman-teman saya alami yaitu ya ….MENULIS. Walaupun dengan pemikiran panjang, ragu, takut dan sedikit tertekan karena tak pernah menulis seperti ini. Mengapa saya ambil tema ini? Karena saya pikir menulis adalah suatu hal yang mungkin banyak orang tidak sadari merupakan sebuah bentuk ekspresi yang sangat penting, termasuk saya yang baru saja menuliskan tulisan perdana ini. Banyak orang, khususnya mahasiswa yang tidak peduli atau malah anti untuk menulis dengan alasan malas, tidak percaya diri, bingung atau menganggap tidak penting. Hal itupun terjadi dengan saya. Jadi, saya sangat ingin membahas masalah tulis-menulis di dalam tulisan saya ini. Haa,,,maaf kalau tak berstruktur...
Sebagai seorang mahasiswa, intelektual muda, generasi penerus bangsa atau apalah namanya adalah seorang ”agent of change” atau lagi-lagi apalah namanya tentu mahasiswa dituntut untuk kritis, peduli dan memiliki jiwa pembaharu. Mereka dituntut untuk berperan aktif dalam memajukan bangsa, tentu salah satu bentuk ke-kritisan mereka adalah dengan tulisan. Dengan tulisan mereka dapat mengekspresikan ide mereka, opini, fakta lapangan dan lain-lain. Tulisan mencerminkan tingkat intelektualitas kita. Orang pintar dapat kita lihat dari tulisan mereka kan? Mana kita tahu kalau ia orang pintar tanpa tahu karya mereka. Jadi selayaknya mahasiswa itu aktif dalam menulis. Tapi faktanya? Mungkin hanya 1% mahasiswa yang mau menulis, ini hanyalah perkiraan saya, karena saya belum pernah melakukan riset sama sekali. Hal ini tentu menjadi sebuah ironi yang sangat memprihatinkan bagi kita, termasuk saya yang malu pada diri sendiri.
Setelah kita lihat di lapangan dengan faktanya seperti itu, jadi apa ya akar masalahnya?. Saya pikir, alasan-alasan seperti malas, tidak tahu, bingung atau tidak peduli bukanlah sebuah alasan yang dibenarkan. Ketika saya telusuri dan renungi mungkin akar masalahnya ada dalam sistem pendidikan kita. Lah, apa hubunganya? Tentu ada. Saya sebagai mahasiswa semester 5 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan program studi Pendidikan Bahasa Inggris merasa ada yang tidak singkron antara apa yang saya pelajari di kampus dengan fakta lapangan. Saya sebagai ”anak bahasa” tentu berhubungan dengan dunia tulis menulis dan saya mempelajari itu. Ketika saya belajar mata kuliah Teaching and Learning Strategies, dalam buku Beginnining Reading and Writing, saya melihat bagaimana cara mengajarkan dan mendidik anak menjadi pembaca dan penulis pemula yang baik. Dalam riset Celia Genishi, Donna Yun Chan dan Susan Stires, mereka menyatakan begitu pentingnya sekolah dalam mendidik anak menjadi penulis yang baik. Ruang kelas, kurikulum, perpustakaan, guru dan lain-lain sangat mendukung dalam pembentukan karakter menulis seorang anak. Saya dapat melihat bagaimana ruang kelas yang penuh dengan tulisan, entah itu gambar, opini, cerita anak atau nama anak-anak. Ruang kelas dibuat semenarik mungkin dan pelajaran mereka pun sangat menarik mereka dalam menulis dan membaca. Lesley Morrow pun dalam buku yang sama menekankan pentingnya ” Literacy Center” bagi anak-anak sekolah dimana terdapat pusat tulisan dan bacaan di sana. Siswa dapat menjadikan membaca dan menulis jadi sebuah kesukaan. Namun, bagaimana dengan faktanya? Anak-anak indonesia dengan kaku mengekspresikan ide mereka dan membaca sesuatu dengan terpaksa.
Dari pengalaman saya tadi, saya dapat melihat adanya perbedaan di lapangan. Di sekolah-sekolah umum di Indonesia, tulisan belum dianggap hal yang penting, bersifat monoton dan mungkin jadi pelajaran yang membosankan bagi anak. Bisa kita lihat contohnya, jika kita menyuruh anak-anak untuk menggambar pemandangan, maka hampir 80% akan menggambar dua gunung, matahari, sawah, burung , sungai dengan bentuk rata-rata hampir sama. Tidak perlu menyuruh anak-anak, ketika Pembukaan AMKAI tahun lalu ada sebuah permainan dari tutor sebuah Lembaga Pengembangan Diri untuk menggambar sebuah pemandangan maka saya dapat melihat kira-kira 80% mahasiswa baru menggambar pemandangan yang hampir sama dengan yang saya katakan tadi. Kita juga bisa melihat jika anak –anak ditugaskan untuk menulis pengalaman, maka rata-rata mereka menulis awal paragrap mereka dengan ” Pada suatu hari ”.Itulah salah satu contoh hasil kesalahan pendidikan kita walaupun saya kurang tahu apa. Kesalahan tersebut tentu mempengaruhi siswa sampai dewasa, bahkan mahasiswa termasuk saya.
Hal itulah yang saya pikir sangat mempengaruhi alasan mahasiswa untuk tidak menulis, lagi-lagi termasuk saya. Saya tidak terbiasa menulis, membaca dan mengungkapkan ide saya. Ide saya terpasung oleh sistem yang sangat membatasi ruang gerak saya sendiri. Ketidakbiasaan ini juga terjadi dengan mahasiswa lain, saya rasa. Padahal saya yakin mahasiswa Indonesia itu cerdas namun mereka belum mampu mengungkapkan kecerdasan mereka dalam bentuk tulisan. Jadi apa yang harus dilakukan mahasiswa agar kecerdasannya dapat bermanfaat? Jawabanya Menulislah mulai dari sekarang, dari hal yang paling kecil dan mulai menulis tentang diri sendiri seperti saya. Mau mencoba? Semangat!!


########
Sebuah tulisan singkat yang merupakan bentuk ekspresi saya,....ha...yuk kita mulai berkarya!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar